Senin, 15 September 2008

DAMPAK PERGAULAN BEBAS BAGI REMAJA

Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa. Para ahli pendidikan sependapat bahwa remaja adalah mereka yang berusia antara 13 tahun sampai dengan 18 tahun. Seorang remaja sudah tidak lagi dapat dikatakan sebagai kanak-kanak, namun masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Mereka sedang mencari pola hidup yang paling sesuai baginya dan inipun sering dilakukan melalui metode coba-coba walaupun melalui banyak kesalahan. Kesalahan yang dilakukan sering menimbulkan kekhawatiran serta perasaan yang tidak menyenangkan bagi lingkungan dan orangtuanya.
Generasi muda adalah tulang punggung bangsa, yang diharapkan di masa depan mampu meneruskan tongkat estafet kepemimpinan bangsa ini agar lebih baik. Dalam mempersiapkan generasi muda juga sangat tergantung kepada kesiapan masyarakat yakni dengan keberadaan budayanya. Termasuk didalamnya tentang pentingnya memberikan filter tentang perilaku-perilaku yang negatif, yang antara lain; minuman keras, mengkonsumsi obat terlarang, sex bebas, dan lain-lain yang dapat menyebabkan terjangkitnya penyakit HIV/AIDS.Sekarang ini zaman globalisasi. Remaja harus diselamatkan dari globalisasi. Karena globalisasi ini ibaratnya kebebasan dari segala aspek. Sehingga banyak kebudayaan-kebudayaan yang asing yang masuk. Sementara tidak cocok dengan kebudayaan kita. Sebagai contoh kebudayaan free sex itu tidak cocok dengan kebudayaan kita. Pada saat ini, kebebasan bergaul sudah sampai pada tingkat yang menguatirkan. Para remaja dengan bebas dapat bergaul antar jenis. Tidak jarang dijumpai pemandangan di tempat-tempat umum, para remaja saling berangkulan mesra tanpa memperdulikan masyarakat sekitarnya. Mereka sudah mengenal istilah pacaran sejak awal masa remaja. Pacar, bagi mereka, merupakan salah satu bentuk gengsi yang membanggakan. Akibatnya, di kalangan remaja kemudian terjadi persaingan untuk mendapatkan pacar. Pengertian pacaran dalam era globalisasi informasi ini sudah sangat berbeda dengan pengertian pacaran 15 tahun yang lalu. Akibatnya, di jaman ini banyak remaja yang putus sekolah karena hamil. Oleh karena itu, dalam masa pacaran, anak hendaknya diberi pengarahan tentang idealisme dan kenyataan. Anak hendaknya ditumbuhkan kesadaran bahwa kenyataan sering tidak seperti harapan kita, sebaliknya harapan tidak selalu menjadi kenyataan. Demikian pula dengan pacaran. Keindahan dan kehangatan masa pacaran sesungguhnya tidak akan terus berlangsung selamanya.
Dalam memberikan pengarahan dan pengawasan terhadap remaja yang sedang jatuh cinta, orangtua hendaknya bersikap seimbang, seimbang antar pengawasan dengan kebebasan. Semakin muda usia anak, semakin ketat pengawasan yang diberikan tetapi anak harus banyak diberi pengertian agar mereka tidak ketakutan dengan orangtua yang dapat menyebabkan mereka berpacaran dengan sembunyi-sembunyi. Apabila usia makin meningkat, orangtua dapat memberi lebih banyak kebebasan kepada anak. Namun, tetap harus dijaga agar mereka tidak salah jalan. Menyesali kesalahan yang telah dilakukan sesungguhnya kurang bermanfaat.
Penyelesaian masalah dalam pacaran membutuhkan kerja sama orangtua dengan anak. Misalnya, ketika orangtua tidak setuju dengan pacar pilihan si anak. Ketidaksetujuan ini hendaknya diutarakan dengan bijaksana. Jangan hanya dengan kekerasan dan kekuasaan. Berilah pengertian sebaik-baiknya. Bila tidak berhasil, gunakanlah pihak ketiga untuk menengahinya. Hal yang paling penting di sini adalah adanya komunikasi dua arah antara orangtua dan anak. Orangtua hendaknya menjadi sahabat anak. Orangtua hendaknya selalu menjalin dan menjaga komunikasi dua arah dengan sebaik-baiknya sehingga anak tidak merasa takut menyampaikan masalahnya kepada orangtua.
Dalam menghadapi masalah pergaulan bebas antar jenis di masa kini, orangtua hendaknya memberikan bimbingan pendidikan seksual secara terbuka, sabar, dan bijaksana kepada para remaja. Remaja hendaknya diberi pengarahan tentang kematangan seksual serta segala akibat baik dan buruk dari adanya kematangan seksual. Orangtua hendaknya memberikan teladan dalam menekankan bimbingan serta pelaksanaan latihan kemoralan. Dengan memiliki latihan kemoralan yang kuat, remaja akan lebih mudah menentukan sikap dalam bergaul. Mereka akan mempunyai pedoman yang jelas tentang perbuatan yang boleh dilakukan dan perbuatan yang tidak boleh dikerjakan. Dengan demikian, mereka akan menghindari perbuatan yang tidak boleh dilakukan dan melaksanakan perbuatan yang harus dilakukan.
Berdasarkan penelitian di berbagai kota besar di Indonesia, sekitar 20 hingga 30 persen remaja mengaku pernah melakukan hubungan seks. Celakanya, perilaku seks bebas tersebut berlanjut hingga menginjak ke jenjang perkawinan. Ancaman pola hidup seks bebas remaja secara umum baik di pondokan atau kos-kosan tampaknya berkembang semakin serius. Pakar seks juga specialis Obstetri dan Ginekologi Dr. Boyke Dian Nugraha di Jakarta mengungkapkan, dari tahun ke tahun data remaja yang melakukan hubungan seks bebas semakin meningkat. Dari sekitar lima persen pada tahun 1980-an, menjadi dua puluh persen pada tahun 2000. Kisaran angka tersebut, kata Boyke, dikumpulkan dari berbagai penelitian di beberapa kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Palu dan Banjarmasin. Bahkan di pulau Palu, Sulawesi Tenggara, pada tahun 2000 lalu tercatat remaja yang pernah melakukan hubungan seks pranikah mencapai 29,9 persen. Kelompok remaja yang masuk ke dalam penelitian tersebut rata-rata berusia 17-21 tahun, dan umumnya masih bersekolah di tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau mahasiswa. Namun dalam beberapa kasus juga terjadi pada anak-anak yang duduk di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Tingginya angka hubungan seks pranikah di kalangan remaja erat kaitannya dengan meningkatnya jumlah aborsi saat ini, serta kurangnya pengetahuan remaja akan reproduksi sehat. Jumlah aborsi saat ini tercatat sekitar 2,3 juta, dan 15-20 persen diantaranya dilakukan remaja. Hal ini pula yang menjadikan tingginya angka kematian ibu di Indonesia, menjadikan Indonesia sebagai negara yang angka kematian ibunya tertinggi di seluruh Asia Tenggara.Dari sisi kesehatan, perilaku seks bebas bisa menimbulkan berbagai gangguan. Diantaranya, terjadi kehamilan yang tidak diinginkan. Selain tentunya kecenderungan untuk aborsi, juga menjadi salah satu penyebab munculnya anak-anak yang tidak diinginkan. Keadaan ini juga bisa dijadikan bahan pertanyaan tentang kualitas anak tersebut, apabila ibunya sudah tidak menghendaki. Seks pranikah, lanjut Boyke juga bisa meningkatkan resiko kanker mulut rahim. Jika hubungan seks tersebut dilakukan sebelum usia 17 tahun, risiko terkena penyakit tersebut bisa mencapai empat hingga lima kali lipat.Sekuat-kuatnya mental seorang remaja untuk tidak tergoda pola hidup seks bebas, kalau terus-menerus mengalami godaan dan dalam kondisi sangat bebas dari kontrol, tentu suatu saat akan tergoda pula untuk melakukannya. Godaan semacam itu terasa lebih berat lagi bagi remaja yang memang benteng mental dan keagamaannya tidak begitu kuat. Saat ini untuk menekankan jumlah pelaku seks bebas-terutama di kalangan remaja-bukan hanya membentengi diri mereka dengan unsur agama yang kuat, juga dibentengi dengan pendampingan orang tua dan selektivitas dalam memilih teman-teman. Karena ada kecenderungan remaja lebih terbuka kepada teman dekatnya ketimbang dengan orang tua sendiri.Selain itu, sudah saatnya di kalangan remaja diberikan suatu bekal pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah-sekolah, namun bukan pendidikan seks secara vulgar. Pendidikan Kesehatan Reproduksi di kalangan remaja bukan hanya memberikan pengetahuan tentang organ reproduksi, tetapi bahaya akibat pergaulan bebas, seperti penyakit menular seksual dan sebagainya. Dengan demikian, anak-anak remaja ini bisa terhindar dari percobaan melakukan seks bebas.Dalam keterpurukan dunia remaja saat ini, anehnya banyak orang tua yang cuek bebek saja terhadap perkembangan anak-anaknya. Kini tak sedikit orang tua dengan alasan sibuk karena termasuk tipe jarum super” alias jarang di rumah suka pergi; lebih senang menitipkan anaknya di babby sitter. Udah gedean dikit di sekolahin di sekolah yang mahal tapi miskin nilai-nilai agama. Acara televisi begitu berjibun dengan tayangan yang bikin ‘gerah’, Video klip lagu dangdut saja, saat ini makin berani pamer aurat dan adegan-adegan yang bikin dek-dekan jantung para lelaki. Belum lagi tayangan film yang bikin otak remaja teracuni dengan pesan sesatnya. Ditambah lagi, maraknya tabloid dan majalah yang memajang gambar sekwilda”, alias sekitar wilayah dada; dan gambar bupati”, alias buka paha tinggi-tinggi. Konyolnya, pendidikan agama di sekolah-sekolah ternyata tidak menggugah kesadaran remaja untuk kritis dan inovatif.
Selengkapnya...

KEKERASAN BUKAN SEBUAH SOLUSI

Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa. Para ahli pendidikan sependapat bahwa remaja adalah mereka yang berusia antara 13 tahun sampai dengan 18 tahun. Seorang remaja sudah tidak lagi dapat dikatakan sebagai kanak-kanak, namun masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Mereka sedang mencari pola hidup yang paling sesuai baginya dan inipun sering dilakukan melalui metode coba-coba walaupun melalui banyak kesalahan. Kesalahan yang dilakukan sering menimbulkan kekhawatiran serta perasaan yang tidak menyenangkan bagi lingkungan dan orang tuanya.
Masa remaja adalah masa yang paling indah dan sekaligus masa yang penuh dengan tantangan. Kalau tidak memiliki benteng pertahanan diri yang kuat dan pengendalian diri yang baik, maka remaja tersebut akan mudah terpengaruh bahkan terjerumus kepada hal-hal yang negatif. Perbuatan atau tindakan yang negatif ini misalnya melakukan perkelahian, ikut tawuran antar pelajar, penyalahgunaan narkoba, melakukan pergaulan bebas, meminum-minuman keras atau beralkohol, dan lain sebagainya. Remaja biasanya memiliki semangat, emosi, dan energi yang berlebih atau besar. Sehingga kalau tidak disalurkan kepada perbuatan-perbuatan positif maka dikhawatirkan energi tersebut akan disalahgunakan untuk perbuatan yang negatif. Mereka juga bertindak atau melakukan sesuatu bukan memprioritaskan akal sehat tetapi cenderung mengutamakan emosi dan kemauan diri mereka sendiri. Kalau seorang remaja memiliki masalah maka ia biasanya memilih teman untuk membantu menyelesaikan masalah daripada orangtuanya. Karena adanya rasa solidaritas yang tinggi itulah maka sebagian remaja membentuk suatu kelompok atau dikenal dengan istilah “geng”. Sebuah geng biasanya beranggotakan antara 4-7 orang. Hubungan diantara anggota geng sangatlah dekat. Remaja agar berhati-hati dalam memilih teman, karena banyak diantara mereka yang dapat membawa ke hal-hal yang kurang baik. Remaja dapat mengalami perubahan perilaku ke arah negatif akibat pengaruh teman, misalnya suka berkelahi dan tawuran dengan remaja lain. Untuk tetap bisa diterima sebagai anggota kelompok, remaja dituntut untuk memiliki sikap yang bijaksana dalam menghadapinya, salah satunya adalah memiliki sikap asertif. Sikap asertif adalah pengungkapan perasaan dan pengaduan secara terus terang tanpa merendahkan harga diri dan menyakitkan orang lain. Sikap asertif perlu dikembangkan agar remaja mempunyai rasa percaya diri, kontrol diri dan mempunyai keberanian mengatakan “tidak” tanpa merasa bersalah dalam menolak ajakan teman sebaya untuk melakukan tindakan kekerasan atau perkelahian, serta berani meminta bantuan kepada orang lain jika memang membutuhkan. Sebagian remaja tidak mampu menyatakan tidak untuk menolak ajakan teman, dengan alasan demi persahabatan diantara mereka. Banyak kasus menunjukkan bahwa remaja itu terjerumus ke dalam perkelahian atau tawuran dengan sesama pelajar lainnya hanya karena demi persahabatan. Pada kehidupan remaja sering terjadi pertikaian dan pertentangan antara sesamanya. Padahal, permasalahannya hanya sepele tetapi mereka biasanya memilih untuk berkelahi atau menyelesaikannya dengan jalan kekerasan. Sebenarnya masih ada jalan atau cara lainnya yang lebih bijaksana dan baik. Tentunya, dengan menggunakan kepala dingin dan hati yang lapang. Kekerasan bukan menyelesaikan masalah, tetapi justru memperparah masalahnya. Tindakan kekerasan dapat merugikan kedua belah pihak yang bertikai. Seperti kata pepatah “Menang Jadi Arang Kalah Jadi Abu”. Remaja hendaknya mengisi waktu luangnya dengan hal-hal atau perbuatan yang bermanfaat. Banyak hal yang bisa mereka lakukan, seperti ikut ekstrakurikuler di sekolah, belajar kelompok, ikut serta dalam bidang olah raga, seni, tari, musik, dan lain sebagainya. Kalau seorang remaja memang memiliki bakat dalam bidang olah raga bela diri. Banyak jenis olah raga bela diri yang dapat menyalurkannya seperti silat, karate, tinju, judo dan lain-lain. Jadi bukan menyalahgunakan bakat atau keahlian bela dirinya dengan berkelahi dengan remaja lainnya. Ingatlah, kekerasan bukan sebuah solusi untuk menyelesaikan masalah tetapi malahan dapat menambah masalah baru.
Selengkapnya...

SIKAP PENGENDALIAN DIRI MENCEGAH TINDAKAN KEKERASAN

Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak kepada masa dewasa. Masa remaja merupakan masa pencaharian identitas diri. Jiwa remaja penuh gejolak dan pemberontakan. Gejolak ingin mendapatkan pengakuan atas keberadaannya, ingin mendapatkan kepercayaan, ingin mendapatkan penghargaan, ingin menunjukkan keberanian, dan ingin mendapatkan kebebasan dan kemandirian. Remaja juga ditandai oleh kekompakan, kesetiaan, kepatuhan dan solidaritas tinggi terhadap kelompok sebaya, mengalahkan kesetiaan dan kepatuhan terhadap orang tua dan gurunya. Gejolak kejiwaan remaja tersebut seringkali diperparah oleh sikap dan perlakuan orang tua dan orang dewasa disekitarnya yang tidak memahaminya. Pada masa-masa ini remaja lebih senang bergaul dengan teman-teman sebayanya, ingin jadi anak gaul yang diterima di dalam lingkungannya dan mulai mencari identitas dirinya. Dalam proses pencarian jati diri ini, remaja membutuhkan kemandirian yang meliputi: perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan atau masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain. Secara kejiwaan remaja mempunyai energi yang berpotensi menghasilkan kecermelangan berfikir dalam menemukan ide dan inovasi baru yang penuh kedinamisan. Namun potensi ini harus diimbangi dengan kejelasan arah dan tujuan hidupnya. Ketika remaja kosong dengan tujuan hidup yang benar, pemanfaatan potensi ini akan beralih pada keadaan yang justru merugikan bahkan menghancurkan kehidupannya Hal yang sering mencemaskan para pendidik dan orang tua, karena cenderung berulang dari tahun ke tahun, adalah tawuran antar pelajar. Tawuran sering menimbulkan berbagai akibat yang menyedihkan. Remaja juga mudah terprovokasi atau terpancing untuk melakukan tindakan kekerasan atau tawuran. Mereka kebanyakan hanya ikut-ikutan untuk melakukan kekerasan atau perkelahian dengan remaja lainnya. Hal ini disebabkan oleh lemahnya sikap pengendalian diri yang mereka miliki. Oleh sebab itu, diharapkan kepada setiap remaja agar dapat menumbuhkan sikap pengendalian diri yang baik sehingga tidak mudah terjemurus kepada hal-hal yang negatif. Kalau seorang remaja memiliki sikap pengendalian diri yang bagus maka ia tidak mudah terpengaruh oleh ajakan temannya untuk melakukan perbuatan kekerasan atau tawuran. Bahkan ia akan berusaha untuk melerai temannya yang melakukan kekerasan dan menasehatinya dengan cara yang lembut dan sopan. Sehingga temannya tidak jadi melakukan tindakan kekerasan. Selengkapnya...

Rabu, 10 September 2008

MENUMBUHKAN MINAT BACA BAGI SISWA

Membaca merupakan kemampuan dan keterampilan untuk membuat suatu penafsiran terhadap bahan yang dibaca. Yang dimaksud dengan kepandaian membaca tidak hanya menginterpretasikan huruf-huruf, gambar-gambar, dan angka-angka saja, akan tetapi yang lebih luas daripada itu ialah kemampuan seseorang untuk dapat memahami makna dari sesuatu yang dibacanya. Karena itulah membaca merupakan kegiatan intelektual yang dapat mendatangkan pandangan, sikap, dan tindakan yang positif. Fungsi dari membaca itu sendiri adalah dapat membuka cakrawala pengetahuan menjadi lebih luas, pengetahuan kita menjadi bertambah banyak sehingga menjadi manusia yang tidak picik. Secara bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia minat berarti kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Minat juga diartikan gambaran sifat dan sikap ingin memiliki kecenderungan tertentu. Aspek minat membaca meliputi kesenangan membaca, kesadaran akan manfaat membaca, frekuensi membaca, dan jumlah buku bacaan yang pernah dibaca. Minat baca bukanlah sesuatu yang lahir begitu saja pada diri seseorang. Akan tetapi minat baca harus dipupuk sejak dini, dalam hal ini perpustakaan sangat berperan dalam menumbuh kembangkan minat untuk membaca buku. Manusia akan terdorong untuk melakukan sesuatu bila dirasakan kebutuhan yang ada pada dirinya belum terpenuhi (menuntut pemenuhan). Motivasi itu merupakan daya yang dapat merangsang atau mendorong manusia untuk mengadakan kegiatan dalam memenuhi kebutuhan guna mencapai tujuan yang diharapkan. Motif dan motivasi berkaitan erat dengan penghayatan suatu kebutuhan berperilaku tertentu untuk mencapai tujuan. Motif menghasilkan mobilisasi energi (semangat) dan menguatkan perilaku seseorang. Dalam pembinaan minat baca, fungsi motivasi lebih menekankan kepada pemberian dorongan atau motivasi yang sifatnya datang dari lingkungan luar. Dalam hal ini perpustakaan harus menstimulisasi dan memberi kesempatan kepada masyarakat untuk belajar. Oleh karena itu, motif yang ada pada diri seseorang perlu dibina sedini mungkin, dalam hal ini pustakawan harus dapat menstimulisasi agar motif untuk membaca yang ada pada diri seseorang dapat bekerja dengan efektif untuk mencapai suatu tujuan. Membaca adalah salah satu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dalam dunia pendidikan, baik di tingkat dasar, menengah, maupun tinggi. Karena kegiatan membaca merupakan salah satu proses tranformasi ilmu melalui cara melihat dan memahami isi yang tertulis di dalam buku pengetahuan maupun pelajaran. Namun di sisi lain, diakui atau tidak, minat baca siswa khususnya di negara kita masih terhitung sangat rendah. Rata-rata siswa melakukan kegiatan membaca pada saat belajar saja, di luar itu sedikit sekali yang suka membaca buku lain. Minat baca masyarakat Indonesia untuk kawasan Asia Tenggara menduduki peringkat keempat, setelah Malaysia, Thailand, dan Singapura. Hasil survei Unesco tahun 1992 menyebutkan, tingkat minat baca rakyat Indonesia menempati urutan 27 dari 32 negara. Sedangkan survei yang dilakukan Departemen Pendidikan Nasional tahun 1995 menyatakan, sebanyak 57 persen pembaca dinilai sekadar membaca, tanpa memahami dan menghayati apa yang dibacanya. Perlunya peningkatan minat baca ini dilatari oleh kemampuan membaca (Reading Literacy) anak-anak Indonesia sangat rendah bila dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya, bahkan dalam kawasan ASEAN sekali pun. International Association for Evaluation of Educational (IEA) pada tahun 1992 dalam sebuah studi kemampuan membaca murid-murid Sekolah Dasar Kelas IV pada 30 negara di dunia, menyimpulkan bahwa Indonesia menempati urutan ke 29 setingkat di atas Venezuela yang menempati peringkat terakhir pada urutan ke 30. Rendahnya kemampuan membaca ini dilatari oleh suatu kondisi pasif tentang kurangnya gairah dan kemampuan para peserta didik untuk mencari, menggali, menemukan, mengolah, memanfaatkan dan mengembangkan informasi. Salah satu sebab etimologisnya yaitu lemahnya minat baca mereka. Inilah yang perlu dicermati perkembangannnya serta diupayakan alternatif solusinya. Menurut data yang dikeluarkan oleh Bank Dunia, semenjak tahun 1998 kebiasaan membaca anak-anak Indonesia berada pada peringkat paling rendah (skor 51,7). Skor ini di bawah Filipina (52,6), Thailand (65,1), dan Singapura (74,0). Sedangkan BPS tahun 2006 mempublikasikan, membaca bagi masyarakat Indonesia belum menjadikan kegiatan sebagai sumber utama untuk mendapatkan informasi. Masyarakat lebih memilih menonton televisi (85,9%) dan mendengarkan radio (40,3%) dan membaca koran (23,5%). Banyak faktor yang menyebabkan kemampuan membaca anak-anak Indonesia tergolong rendah. Pertama, ketiadaan sarana dan prasarana, khususnya perpustakaan dengan buku-buku yang bermutu dan memadai. Bisa dibayangkan, bagaimana aktivitas membaca dapat dilakukan tanpa adanya buku-buku bermutu. Untuk itulah, ketiadaan sarana dan prasarana, khususnya perpustakaan dengan buku-buku bermutu menjadi suatu keniscayaan bagi kita. Dengan kata lain, ketersediaan bahan bacaan memungkinkan setiap orang atau siswa untuk memilih apa yang sesuai dengan minat dan kepentingannya. Dari situlah, tumbuh harapan bahwa masyarakat kita akan semakin mencintai bahan bacaan. Implikasinya, taraf kecerdasan masyarakat akan kian meningkat; dan oleh karena itu isyarat baik bagi sebuah kerja perbaikan mutu perikehidupan suatu masyarakat.< Rendahnya minat baca di kalangan siswa, secara langsung atau tidak langsung berpengaruhi terhadap kualitas sumber daya manusia, karena membaca secara signifikan dapat melahirkan kecakapan, cenderung memiliki intelegensi, penguasaan bahasa, dan keterampilan berkomunikasi. Oleh sebab itu, di negara-negara maju pengembangan minat baca masyarakat sangat diperhatikan dan difasilitasi. Budaya membaca yang meningkat merupakan cermin kemajuan suatu bangsa. Untuk meningkatkan minat baca warga sekolah, pemberdayaan perpustakaan perlu dilakukan agar dapat membangkitkan motivasi belajar siswa. Ada banyak kiat yang dapat dilakukan oleh perpustakaan untuk menumbuhkan minat baca siswa antara lain sebagai berikut : Berupaya menambah koleksi perpustakaan, terutama koleksi pustaka yang banyak diminati warga sekolah, baik buku fiksi maupun non fiksi. Pameran buku dapat dilaksanakan dengan bekerjasama dengan penerbit. Dengan memberikan potongan harga, diharapkan siswa tertarik untuk membaca atau membelinya. Diupayakan media internet di perpustakaan sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan siswa. Bekerjasama dengan pihak sekolah agar menggadakan proses pembelajaran di perpustakaan. Secara berkala mengganti susunan rak-rak buku sehingga memberikan kesan yang lebih menarik dan fantastis. Membuat iklan layanan masyarakat di media cetak dan elektronik. Dalam rangka meningkatkan kecerdasan kehidupan berbangsa, perlu ditumbuhkan budaya gemar membaca melalui pengembangan dan pemberdayaan perpustakaan sebagai pusat informasi yang menyimpan berbagai sumber informasi. Eksistensi perpustakaan seharusnya dapat dijadikan tempat atau sarana untuk membantu menggairahkan semangat belajar, menumbuhkan minat baca, dan mendorong membiasakan siswa belajar secara mandiri. Buku adalah sahabat setia kita dalam mencapai ilmu pengetahuan, dengan buku kita dapat mengetahui segala bentuk informasi yang ada di dunia ini, mulai dari teknologi, ekonomi, politik, sosial sampai dengan budaya. Buku juga sebagai suatu sarana dalam menuangkan segala macam bentuk aspek rasa yang tentunya telah kita olah dan kita hasilkan dalam sebuah buku, yang nantinya dapat digunakan dan diaplikasikan di dalam masyarakat. Dengan buku pula kita dapat melihat gambaran kondisi masa lampau, masa sekarang, sampai masa depan. Sehingga sangat penting keberadaan suatu tempat untuk menyimpan buku yaitu perpustakaan, fungsinya juga tidak hanya sebatas sebagai tempat penyimpanan melainkan sebagai tempat untuk meningkatkan ilmu pengetahuan. Secara umum fungsi dari perpustakaan terdiri dari fungsi pelestarian, fungsi informasi, fungsi pendidikan, fungsi rekreasi dan fungsi budaya. Sebagai gudangnya ilmu pengetahuan dan informasi, perpustakaan merupakan salah satu sarana favorit bagi masyarakat negara-negara maju. Sayangnya, di Indonesia, antara perpustakaan dan masyarakat cenderung masih berjarak. Hasil jajak pendapat terhadap responden pada kota-kota besar di Indonesia ditemukan bahwa lebih dari separuh responden, mencapai 55 persen mengaku belum pernah sekalipun mendatangi atau mengunjungi perpustakaan.


Bila dicermati lebih jauh sebenarnya keberadaan perpustakaan setidaknya menjadi alternatif bagi masyarakat untuk mendapatkan akses informasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan, dalam kondisi sekarang ini, perpustakaan dituntut untuk lebih peka dalam memahami kebutuhan dan permintaan masyarakat akan akses informasi tersebut.

Pemakai perpustakaan adalah masyarakat umum. Ikatan mereka dengan perpustakaan semata-mata karena buku atau bahan bacaan. Oleh karena itu, tidak mudah bagi para petugas perpustakaan untuk membantu atau mengajak mereka agar bisa membaca. Setiap pemakai perpustakaan yang menggunakan bahan perpustakaan tertentu mempunyai kepentingan yang berbeda-beda. Perpustakaan yang berada di tengah-tengah masyarakat mempunyai tujuan dan fungsi yang bermacam-macam, di antaranya adalah sebagai sarana pendidikan dan bahkan sering disebut sebagai “Universitas Masyarakat”. Belajar di perpustakaan merupakan suatu bentuk belajar melalui pengalaman. Belajar melalui pengalaman sering timbul karena adanya ketidakpuasan akan informasi yang diperoleh. Untuk mencapai suatu tingkat kepuasan akan pemahaman suatu informasi dibutuhkan suatu cara belajar yang kreatif agar tercapai suatu cara belajar yang efektif. Produk belajar yang kreatif pada akhirnya adalah suatu pengembangan pembawaan dan penggunaan akal budi secara penuh dari masyarakat yang lambat laun melalui membaca menyadari, bahwa salah satu potensi yang dimilikinya harus dikembangkan untuk mencapai suatu hasil belajar. Sejalan dengan kedudukan perpustakaan itu sendiri maka terdapat implikasi lebih jauh bahwa perpustakaan sebagai tempat untuk mengembangkan proses belajar melalui membaca yang bermanfaat bagi masyarakat. Kemampuan membaca merupakan hal yang mutlak dimiliki oleh masyarakat yang sedang belajar. Salah satu tujuan belajar adalah mengakumulasi ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan pada umumnya dihimpun, dicetak, dan dilestarikan dalam media cetak. Media cetak berfungsi sebagai individu kalau individu tersebut dapat membaca. Fungsi perpustakaan menjadi berkembang sebagai tempat pemupuk minat baca. Fungsi perpustakaan bagi masyarakat adalah untuk memperdalam dan menelusuri berbagai ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kebutuhan hidupnya. Penguasaan konsep dasar yang baik memudahkan masyarakat untuk mengaplikasikan ilmunya pada situasi dan kondisi yang lebih berkembang yang akhirnya masyarakat akan memiliki inisiatif, daya kreatif, sikap kritis, rasional, dan objektif. Fungsi perpustakaan bagi masyarakat lainnya adalah untuk meningkatkan apresiasi seni dan sastra serta seni budaya lainnya melalui cara membaca di perpustakaan. Tuntutan itu sebenarnya tidak berlebihan mengingat perpustakaan dalam era informasi memang harus ''bersaing'' dengan media lain yang bernuansa hiburan, seperti bioskop, taman hiburan, supermarket dan lain sebagainya. Maraknya tempat-tempat hiburan tersebut sanggup meninabobokan masyarakat di tengah dunia yang dipenuhi dengan rutinitas yang cenderung menjemukan. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan jika tempat-tempat yang bernuansa pendidikan, seperti perpustakaan, museum, taman bacaan, masih kalah pengunjungnya dibandingkan dengan tempat-tempat yang bersifat hiburan.

Dalam konteks ini memang sangat diperlukan suatu terobosan baru dan serius serta berkelanjutan untuk menjadikan perpustakaan sebagai rumah belajar yang dekat dengan masyarakat. Terobosan dapat berupa penyediaan berbagai jenis bahan bacaan, penyediaan sarana dan prasarana yang memadai, layanan perpustakaan berbasis komputer, dan pemberian layanan prima kepada setiap pengunjung perpustakaan. Mewajibkan semua siswa, guru, dan karyawan sekolah untuk membudayakan membaca, dan membuat slogan-slogan di kelas seperti “Tiada Hari Tanpa Membaca”, “Gunakan waktu luang untuk membaca”, dan “Buku adalah jendela ilmu pengetahuan”. Dengan membuat kegiatan yang bersifat rekreatif dan edukatif diharapkan dapat membangun minat baca di kalangan siswa sekolah.Membaca memiliki manfaat dan makna. Dengan banyak membaca, kita akan memperoleh pengalaman dan pelajaran dari orang lain. Begitu pentingnya membaca bagi siswa sehingga masyarakat yang mempunyai peradaban maju adalah masyarakat yang gemar untuk mengetahui sesuatu dengan membaca kemudian menuliskan pengetahuannya.
Selengkapnya...